Direktur
Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM), Jarman pertimbangkan nuklir sebagai sumber
energi penyokong peningkatan rasio elektrifikasi Indonesia.
Dikatakan Jarman, sejauh ini sumber energi listrik terbesar
masih berasal dari batubara, dengan presentase sebesar 52,80
persen. Diikuti gas 24 persen, dan BBM sebesar 11,45 persen.
Sejauh ini pemerintah menargetkan, penggunaan BBM untuk
pembangkit listrik harus di bawah 2 persen, batubara 60 persen,
dan gas 25 persen, pada tahun 2019 mendatang. Pantauan
Jurnal Maritim, dalam jangka panjang, pemerintah membatasi
penggunaan batubara hanya 60 persen. Hal itu dilakukan agar
emisi (CO2) tetap terkendali, sedangkan penggunaan gas
dibatasi 17 sebesar persen. Karena itu, harga gas relatif mahal,
dan sisanya menggunakan energi baru terbarukan (EBT).
Untuk kesiapan pembangunan PLTN, hal senada disampaikan
oleh Ketua Umum Persatuan Insinyur Profesional Indonesia
(PIPI), Raswari, bahwa penelitian Batan sudah meneliti dan
mengembangkan nuklir untuk kebutuhan berbagai sektor
industri. “Kalau teknologi nuklir mungkin insinyur kita baru 50
persen,” ungkap Raswari kepada Jurnal Maritim, Senin (6/4), di
Jakarta.
Ia menambahkan, perlu ditingkatkan dan setelah itu diperlukan
training dan pelatihan bagi insinyur lulusan baru dari berbagai
Kampus ternama di Indonesia. Dikatakan Raswari, untuk LNG
Plant saja, dibutuhkan sekitar 7000 sampai 8000 orang di
lapangan. “(Tenaga kerja) untuk Geothermal 2 X 55 MW
dibutuhkan kurang lebih 2000 tenaga konstruksinya.”
Untuk membanguin PLTN 2000 MW, menurut dia diperkirakan
membutuhkan tenaga kerja sekitar 2000 sd 3000 orang guna
pengerjaan konstruksinya. “Sedangkan untuk (sektor yang
bersinggungan langsung) dengan energi (nuklir), untuk 2000
MW sekitar 10 kalinya” tuturnya
Belum ada tanggapan untuk "Indonesia Butuh Banyak Insinyur Nuklir"
Posting Komentar